Buku-buku mengenai adat perkawinan telah banyak ditulis saudara-saudar kita yang peduli adat dalihan natolu. Baik yang ditulis oleh para orangtua kita dulu, maupun yang ditulis oleh generasi sekarang, semua itu didorong oleh kepedulian pada adat dalihan natolu itu sendiri. Bahkan seminar-seminar besar dan kecil banyak dilakukan, pada umumnya adalah untuk memahami adat dalihan natolu, bagaimana aslinya sekaligus mencari apa makna adat itu pada kehidupan ini. Itu dilakukan adalah karena terdorong oleh rasa cinta identitas sendiri, yaitu identitas masyarakat Dalihan Natolu.
Namun disana-sini ada juga yang mengeluh dan berkata : Orang batak mati dimakan adatnya. Maksudnya adalah bahwa adat Dalihan Natolu itu terasa sebagai beban bagi pemiliknya. Dilaksanakan dengan benar sesuai dengan napinukka ni naparjolo, terasa berat dan jadi beban. Tidak dilaksanakan, akan dituduh nasomaradat. Predikat nasomaradat untuk masyarakat Dalihan natolu terasa cukup menyakitkan. Karena itu maka muncul keluhan diatas.
Adalagi diantara kita yang berpendapat bahwa adat Dalihan natolu itu bertentangan dengan iman Kristen. Kata mereka sebagian besar adat istiadat itu telah dimasuki roh-roh jahat. Dengan pendapat ini, mereka tidak lagi melaksanakan adat dalihan natolu itu dalam kehidupannya.
Prinsip adat sebenarnya adalah memperbaiki dan memperindah hidup masyarakat sesama pemilik adat itu. Artinya adat itu hendaklah membuat hidup bermasyarakat itu lebih baik dan lebih indah. Nah, kalau ada yang merasa adat itu menjadi beban perlu dikaji adat itukah yang tidak baik atau orang tersebut yang belum melihat nilai positifnya? Benarkah adat itu ada dimasuki roh-roh jahat dan bertentangan dengan iman Kristen, atau hanya pendapat dari orang yang belum mengenal dan menghayati adat itu dengan baik dan benar?
Para cendekiawan masyarakat Dalihan natolu cenderung berpendapat mengenai adat ini sebagai berikut: Nilai-nilai budaya nenek moyang itu perlu dipilah-pilah. Nilai yang sesuai dengan kita sekarang terutama untuk generasi mendatang perlu dilestarikan. Tetapi yang tidak sesuai dengan kehidupan kita sekarang, apalagi yang bertentangan dengan iman Kristen tidaklah salah kalau dimuseumkan. Jalan pikiran mereka ini sesuai dengan kehendak sebahagian orang yang merevisi umpasa:
Menjadi : Ompunta raja di jolo martungkot siala gundi,
Napinungka ni ompunta parjolo sipaune-uneon niparpudi. Artinya, apa yang diwariskan leluhur itu sebaiknya disesuaikan dengan kehidupan kita sekarang terutama untuk generasi yang akan datang.
Dalam hal memilah-milah inilah sering terjadi perbedaan pendapat yang kami kira sebagai akibat dari kekurangpahaman akan makna adat itu atau kesalahan tafsir. Karena itu satu langkah yang perlu ditempuh ialah pemahaman akan makna dan tujuan adat itu dalam kehidupan, dan bagaimana adat itu sebaiknya dilaksanakan. Dengan memahami makna dan tujuan adat itulah kita dapat memilah-milah mana yang sudah sepatutnya dimuseumkan dan mana yang dimasyarakatkan.
Untuk mendukung jalan pikiran diatas itulah buku ini dipersembahkan kepada warga masyarakat dalihan natolu yang masih cinta pada adatnya, terutama warta masyarakat dalihan natolu generasi penerus.
Melalui buku yang khusus berisi adat perkawinan ini kita dapat memilah-milah mana yang patut dimasyarakatkan dan mana yang sudah pantas dimuseumkan. Maka setiap kehendak menghadapi acara adat terutama yang menyangkut perkawinan, ada baiknya terlebih dulu membaca buku ini agar paham akan makna dan tujuan acara dan bagaimana sebaiknya acara itu dilaksanakan.
Mudah-mudahan kepedulian penulis mempersembahkan buku ini, dapat menghilangkan kesan bahwa adat itu menjadi beban pada warga pemiliknya, terutama warga dalihan natolu dimasa mendatang. | | |
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar